BLOKBERITA.COM – Pengunjung Taman Cadika, yang berlokasi di kawasan Medan Johor, kini dikenakan tarif retribusi parkir sebesar Rp3.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp5.000 untuk kendaraan roda empat. Penarikan tarif dilakukan oleh petugas parkir yang berjaga di pintu masuk taman, dengan memberikan karcis bertanda resmi.
Karcis tersebut memuat informasi dari “Pemko Medan, Dinas Pemuda dan Olahraga,” dan bertuliskan “Kartu Layanan Tempat Khusus Parkir SP Motor dan SP Motor Roda 3 (Tiga) Lapangan… Rp3.000.” Namun, tak ditemukan nomor Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Wali Kota (Perwal) yang menjadi dasar hukum dari retribusi tersebut.
Dari pantauan di lapangan, pengunjung yang datang untuk berolahraga atau berekreasi tampak menghentikan kendaraannya sejenak untuk membayar parkir kepada petugas. Beberapa pengunjung mempertanyakan legalitas pungutan itu karena minimnya informasi resmi yang menyertainya.
“Saya kira ini parkir biasa, tapi ternyata dikelola Dispora. Tapi kenapa tak dicantumkan perdanya? Bingung juga,” ujar seorang pengunjung yang enggan disebut namanya.
Sebagai pembanding, Dinas Perhubungan Kota Medan mengutip retribusi parkir di tepi jalan berdasarkan Perda No.1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Regulasi tersebut secara jelas mencantumkan tarif resmi parkir yakni Rp3.000 untuk sepeda motor dan Rp5.000 untuk mobil.
Ketika dikonfirmasi, seorang petugas parkir menyatakan bahwa penarikan tarif ini sudah dilakukan cukup lama.“Sudah berlaku sejak beberapa waktu lalu,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Kepala Bidang Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Medan, Riki, menyebut bahwa dasar hukum penarikan retribusi itu memang ada,” ada Perwal-nya itu, Bang,” katanya melalui sambungan telepon pada Rabu (11/6/2025).
Sayangnya, Perwal yang dimaksud tidak dicantumkan pada karcis yang dibagikan kepada pengunjung. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi pelanggaran administrasi.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik, Ir. Elfanda Ananda, MSP, menilai bahwa pungutan tanpa dasar hukum yang jelas bisa dikategorikan sebagai pungutan liar.
“Jika tidak ada regulasi yang eksplisit mendasari pungutan tersebut, ini bisa masuk ke ranah pungutan liar. Pemerintah harus transparan dalam setiap penarikan retribusi kepada masyarakat,” tegasnya. Kamis (12/6/25).
(RS).