Rokok Ilegal Diduga Marak di Batam, Dinilai Rugikan Negara

Rokok Ilegal Diduga Marak di Batam, Dinilai Rugikan Negara
rokok ilegal.(Foto:lp)

BLOKBERITA.COM – Letaknya yang strategis, berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia, menjadikan Kota Batam sebagai pintu gerbang menuju pasar internasional. Karena itulah, pemerintah menetapkan Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ), berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2007.

Kawasan ini memiliki keistimewaan tersendiri, khususnya dalam mendukung industri berorientasi ekspor. Dalam praktiknya, kebijakan FTZ memungkinkan pembebasan pajak, cukai, dan biaya lainnya demi mendorong pertumbuhan sektor manufaktur, jasa, dan perdagangan.

Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global.Namun, di balik manfaatnya, kebijakan ini juga dimanfaatkan oleh sebagian oknum pengusaha yang memproduksi dan mengedarkan rokok tanpa cukai secara bebas di Batam.

Rokok ilegal ini beredar luas di berbagai kedai dan kios kecil, dengan merek-merek seperti HD, XO, Maxxis, H Mind, Luffman, Rave, OFO, Rexo, H Mild, Ray, dan lainnya.

Hasil penelusuran awak media, Selasa (29/4/2025) menunjukkan bahwa salah satu merek paling populer adalah rokok H&D.

Rokok ini dijual dalam beberapa varian kemasan dan rasa. Varian isi 16 batang dijual seharga Rp13.000, sementara versi isi 20 batang bahkan hanya Rp10.000 per bungkus.

“Saya senang beli H&D yang isi 20 batang, karena murah dan banyak isinya. Kadang juga di dalamnya ada bonus uang Rp2.000,” ujar M. Iryani, seorang tukang ojek, sambil tertawa.

Menurut pengakuannya, dalam sehari ia bisa menghabiskan hingga 4 bungkus, terutama saat menonton pertandingan sepak bola.

Sementara itu, RR, pemilik kios kecil di kawasan Nagoya, mengaku hanya menjual beberapa jenis rokok non-cukai yang laris di pasaran.

“Saya ambil dari Jodoh, satu slop OFO isi 10 bungkus harganya Rp150.000. Saya jual lagi Rp18.000 per bungkus. Rokok tanpa cukai lebih diminati karena harganya jauh lebih murah dibanding rokok legal,” katanya.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana pengusaha rokok non-cukai jeli membaca pasar: mereka memproduksi rokok filter dan kretek dengan harga murah, menyasar konsumen berpenghasilan rendah.

Namun demikian, peredaran rokok ilegal ini kini menghadapi hambatan besar. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah menerbitkan Nota Dinas Nomor ND-466/BC/2019 yang menegaskan penghapusan fasilitas bebas cukai untuk kawasan FTZ di Batam. Artinya, segala bentuk rokok tanpa pita cukai sudah tidak legal lagi beredar di wilayah ini.

Selain menimbulkan potensi kerugian negara dari sektor pajak dan cukai, maraknya rokok ilegal juga memicu persoalan kesehatan masyarakat.

Kualitas tembakau dalam rokok non-cukai yang buruk berpotensi mengandung kadar nikotin dan tar tinggi, yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan serius seperti kanker, gangguan paru, dan penyakit jantung.

Pemerintah diharapkan lebih tegas menertibkan peredaran rokok ilegal serta mengedukasi masyarakat tentang risiko konsumsi rokok tanpa cukai, demi melindungi kesehatan publik sekaligus menyelamatkan pendapatan negara.(bb/lp)

Exit mobile version