BLOKBERITA.COM – Walau Mahkamah Peradilan Militer I/02 Medan yang telah menyidangkan terdakwa Sertu Riza Pahlivi dalam kasus tindak pidana ‘penyiksaan’ terhadap seorang anak bernama MHS (15) pada 26 Mei 2024 hingga tewas, namun tidak dihukum.
Padahal, Oditur Militer sudah mendakwa yang bersangkutan pasal 76 c jo pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda Rp 3 miliar.
Menyikapi tidak ditahannya Sertu Riza Pahlivi, pihak LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM menduga adanya keistimewaan (privilage) yang diberikan kepada Sertu Riza.
” Tidak ditahannya terdakwa jelas telah melukai rasa keadilan masyarakat khusus Lenny Damanik selaku ibu kandung korban,” ucap Direktur LBH Medan Irvan Sahputra didampingi Richard SD Hutapea dalam keterangan persnya di Medan, Rabu (16/07/2025).
Selain itu, menurut pihak LBH Medan yang juga menilai secara hukum terdakwa wajib ditahan karena telah memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan. Hal itu harus dilakukan karena tidak menutup kemungkinan dapat melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
” Serta tidak ditahannya terdakwa menimbulkan kekhawatiran Lenny akan keselamatan dirinya dan keluarganya,” katanya.
Disamping itu pula, pihak LBH menduga jika dewasa ini Pangdam I/BB selaku komandan tertinggi TNI AD di Sumut membuat ‘sejarah kemunduran’ penegakan hukum dengan tidak melakukan penahanan terhadap Sertu Riza. ” Padahal penahanan tersebut merupakan kewenangannya sebagai Perwira Penyerah Perkara (Papera),” ungkapnya.
Kekhawatiran Lenny itu akhirnya terjadi ketika Sertu Riza bersama istri tanggal 14 Juli 2025 bersama 4 orang datang ke rumahnya dan 3 diantaranya tak dikenal Lenny.
Kedatangan keempatnya mengaku ingin bersilaturahmi, namun disela pertemuan itu, seorang perempuan bermohon kepada Lenny untuk menerima bingkisan yang dibawanya, namun dengan tegas Lenny menolaknya.
Berdasarkan peristiwa itu, LBH Medan mendesak agar terdakwa ditahan demi tegaknya keadilan dan rasa aman terhadap Lenny dan keluarganya.
Oleh karenanya, dalam kasus dugaan tindak pidana penyiksaan yang menyebabkan MHS meninggal dunia telah bertentangan amanat pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945, UU No 39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia, ICCPR, DUHAM, Undang-Undang No 35/2014 dan KUHPidana Militer. (JJ)