Dinilai Tak Sesuai Tuntutan, Seorang Ibu ‘Telan Pil Pahit’ Diperadilan Militer

Lenny (kiri) didampingi Richard dari LBH Medan di Pengadilan Militer Medan. (foto : dok)

BLOKBERITA.COM – Seorang ibu yang anaknya menjadi korban penganiayaan oleh oknum TNI hingga tewas telah ‘menelan pil pahit’ seusai digelarnya persidangan peradilan militer pada Kamis (02/10/2025).

” Tuntutan yang sangat ringan terhadap terdakwa Sertu Riza Pahlivi jelas telah melukai rasa keadilan Lenny selaku ibu korban. Dan hal itu juga menggambarkan betapa sulitnya mendapatkan keadilan di Peradilan Militer. Peristiwa kelam yang dialami MHS anak ibu tersebut berawal ketika hendak membeli makanan yang bertepatan melintas dilokasi tawuran,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Irvan Sahputra dalam keterangan persnya di Medan, kemarin.

Selain dia, turut pula Richard SD Hutapea dan Fernanda Wibowo yang mendampingi ibu korban dalam persidangan peradilan militer tersebut.

usai sidang seorang Oditur Militer didatangi pihak keluarga korban bersama kuasa hukum dari LBH Medan. (foto : dok)

Menurut pihak LBH Medan, bahwa saat kejadian itu situasi sedang ada pembubaran masa tawuran oleh Polisi, Satpol PP dan Babinsa. ” Almarhum MHS yang hanya sekedar melihat tawuran waktu itu terkena imbasnya hingga menjadi korban penyiksaan oleh oknum terdakwa yang bersangkutan yang akhirnya meninggal dunia,” jelasnya.

Atas adanya dugaan tindak pidana tersebut Lenny Damanik (ibu korban) lalu membuat pengaduan sebagaimana tertuang dalam Tanda Terima Laporan/Pengaduan Nomor TBLP-58/V/2024 tertanggal 28 Mei 2024. Tidak hanya membuat laporan Lenny juga mencari keadilan untuk anaknya dengan mengadukan tindak pidana tersebut ke Komnas HAM, LPSK dan KPAI.

Selanjutnya, menyikapi tuntutan yang sangat ringan, pihak LBH Medan sebagai lembaga yang fokus pada Penegakan Hukum dan HAM sekaligus kuasa hukum Lenny Damanik menduga Oditur Militer tidak memberikan keadilan kepada korban.

” Kita dari LBH Medan menilai jika tuntutan terdakwa yang dibacakan oleh Oditur Militer sangat ringan dan disinyalir sebagai bentuk impunitas terhadap terdakwa. Bahkan bisa dikatakan bahwa tuntutan dari Oditur Militer itu telah menggambarkan ‘Matinya Keadilan di Peradilan Militer’,” tegasnya.

Padahal, sambungnya, terdakwa sebelumnya didakwakan dengan Dakwaan Pertama yaitu telah melanggar pasal 76c jo pasal 80 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 35/2014 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak atau Dakwaan Kedua pada pasal 359 KUHPidana.

” Dimana pasal tersebut dengan ancaman hukumannya 15 tahun penjara dan denda 3.000.000.000. (Tiga Miliar Rupiah),” ungkapnya.

Akan tetapi dalam persidangan yang digelar itu, Odirtur Militer hanya menuntut terdakwa 1 tahun penjara dan denda 500.000.000 (Lima ratus juta rupiah) Subsider 3 bulan Kurungan. Serta restitusi sebesar 12 Juta Rupiah.

” Maka, demi tegaknya hukum dan keadilan LBH Medan tetap berkomitmen untuk mendesak Majelis Hakim yang menangani perkara a quo tersebut dapat memberikan keadilan kepada korban dengan menjatuhkan putusan yang berat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Menjatuhkan hukuman pemecatan dari TNI terhadap terdakwa yang bersangkutan serta perbuatan terdakwa itu telah bertentangan dengan Sumpah Parjurit dan Sikap Delapan TNI,” pungkasnya. (J J)

Exit mobile version