Dituding ‘Provokator’ Saat Pemantauan Sidang, LBH Medan Minta Mahkamah Agung Evaluasi Peradilan Militer I-02

Dituding 'Provokator' Saat Pemantauan Sidang, LBH Medan Minta Mahkamah Agung Evaluasi Peradilan Militer I-02
Suasana ricuh yang dilakukan oknum TNI untuk menghalangi pihak kuasa hukum dari LBH Medan yang melakukan pemantauan terhadap kliennya di peradilan militer Medan. (foto : dok)

BLOKBERITA.COM – Pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan yang menjalankan tugasnya dalam melakukan pendampingan dan pemantauan bersama ibu dari MHS (15) korban penganiayaan hingga tewas yang disidangkan di Peradilan Militer I-02 Medan justru telah dituding sebagai ‘Provokator’. Bahkan dihalang-halangi dalam melakukan pemantauan serta mendapat intimidasi yang  dilakukan oleh oknum anggota TNI.

” Tindakan tersebut jelas telah bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia. Sebagai representasi negara, seharusnya diperadilan militer bisa membantu untuk mendapatkan keadilan dengan melaksanakan tugasnya berdasarkan hukum yang benar, profesional dan menghormati hak asasi manusia, bukan malah sebaliknya,” sebut Direktur LBH Medan Irvan Saputra didampingi Richard SD Hutapea dalam siaran persnya di Medan, Selasa (14/10/2025).

Selaku kuasa hukum dari LBH Medan Richard Hutapea saat beradu argumen dengan beberapa oknum TNI di halaman peradilan militer Medan. (foto : dok)

Menurut dia, diduga jika pihak peradilan militer sedang berupaya melindungi terdakwa. Bukan tanpa alasan, untuk proses penegakan hukum terhadap terdakwa sesungguhnya jauh dari keadilan tindakan profesional, mulai tidak ditahannya terdakwa hingga penghalang-halangan dalam mengambil video secara langsung.

Tidak hanya itu saja, selaku kuasa hukum, LBH Medan juga mendapatkan pengusiran ketika hendak melakukan pemantauan dari beberapa oknum yang mencoba melakukan upaya dorongan fisik terhadap tim kuasa hukum LBH Medan yakni Richard Hutapea.

Namun begitu, terhadap tindakan tersebut pihak LBH Medan telah menyampaikan keberatannya dan berupaya berdiskusi agar bisa memantau serta mendampingi di persidangan. Disayangkan, justru petugas di pengadilan militer I-02 Medan melakukan penggeledahan terhadap tas tim LBH seraya menyampaikan tuduhan sebagai ‘pemberontak’.

” Oleh karena itu, kita meminta tindakan dari petugas di Peradilan Militer I-02 Medan yang harus dievaluasi untuk dapat ditindak tegas oleh Mahkamah Agung RI karena tidak sesuai dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga yudikatif yang telah diamanatkan UUD 1945 dalam penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman,” tegas kedua praktisi hukum muda tersebut.

” Maka, tindakan peradilan yang menuduh kami dari LBH Medan sebagai provokator, menghalang-halangi dan mengintimidasi jelas telah bertentangan, UU HAM, DUHAM dan ICCPR,” terangnya.

Disebutkan, bahwa bantuan hukum merupakan hak setiap warga negara Indonesia yang telah dijamin oleh UUD 1945. Hal itu juga ditegaskan oleh Undang-Undang Nomor 16/2011 tentang Bantuan Hukum.

” Perundang-undangan di dalam bantuan hukum secara tegas menyatakan jika setiap warga/ masyarakat yang tidak mampu/miskin, marginal dan buta hukum wajib mendapatkan layanan bantuan hukum,” ungkapnya.

Negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan. Bentuk perwujudan bantuan hukum ditandai dangan adanya pemberian bantuan hukum yang dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), termasuk LBH Medan.

Maka, pihak LBH Medan yang dewasa ini juga merupakan kuasa hukum dari Lenny Damanik/ibu kandung dari MHS (15) korban penyiksaan dari oknum anggota TNI hingga meninggal dunia.

” Alih-alih untuk mendapatkan keadilan terhadap anaknya, kami selaku kuasa hukum Lenny Damanik yaitu LBH Medan justru mendapatkan tindakan yang bertentangan dengan aturan hukum dan HAM,” pungkasnya. (JJ)

Baca berita terkini di Blokberita.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *