BLOKBERITA.COM – Gelar sidang kasus tindak pidana Korupsi PPPK Langkat TA 2023 yang masih bergulir di Pengadilan Negeri Medan, telah memeriksa sebanyak 41 saksi.
Saksi tersebut terdiri dari kalangan para guru yang menyerahkan uang kepada Kepala Sekolah, kepada Kadis Pendidikan Langkat hingga menantu dari salah satu terdakwa.
Tapi disayangkan, dari puluhan saksi yang telah dipanggil itu, ada satu saksi lagi yaitu oknum Bupati Langkat yang hingga kini belum memenuhi panggilan untuk berhadir dipersidangan. Padahal yang bersangkutan telah 2 kali dipanggil oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Perlu diketahui pemanggilan oknum Bupati Langkat oleh JPU untuk hadir ke persidangan tidak terlepas dari jabatannya yang saat itu sebagai Plt Bupati atau dengan kata lain orang yang bertanggungjawab penuh atas pengumuman kelulusan para guru honorer menjadi PPPK TA 2023 tersebut.
Kemungkinan besar akibat pengumuman kelulusan dari Plt. Bupati waktu itu, telah menyebabkan ratusan guru honorer dinyatakan tidak lulus. Walaupun mereka telah memenuhi nilai ambang batas dan mendapat nilai tertinggi.
” Oleh karenanya, dengan mangkirnya bupati sebanyak dua kali atas pemanggilan dari JPU telah menimbulkan berbagai pertanyaan besar dan kecurigaan publik terhadap oknum Bupati Langkat dalam kasus a quo,” kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra didampingi Sofyan Muis Gajah pada pers di Medan, kemarin.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM sekaligus kuasa hukum dari ratusan guru yang harus masih terus berjuang atas kelulusan mereka serta menilai ketidak hadiran oknum bupati bersangkutan merupakan pembangkangan terhadap hukum dan aparat penegak hukum.
” Kita sudah mendesak dan tegas kepada Kejati Sumut/JPU untuk menjemput paksa oknum bupati guna dihadirkan ke persidangan,” tegasnya.
Menurut kedua praktisi hukum muda itu, bahwa untuk penjemputan paksa seyogyanya telah diatur pada pasal 112 ayat (2) KUHAP dan bila saksi yang tidak dapat memenuhi panggilan aparat penegak hukum akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana tertuang pada pasal 224 KUHPidana.
” Maka sudah sepatutnya secara hukum oknum bupati terkait harus menghadiri panggilan guna membuat terang dan sebagai bentuk ketaatan selaku kepala daerah terhadap hukum. Serta sebagai bentuk contoh teladan kepada bawahan serta masyarakat pada umumnya,” imbuhnya.
” Dengan demikian, LBH Medan menilai kasus tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Kabupaten Langkat TA 2023 itu merupakan pelanggaran HAM dan bertentangan dengan UUD 1945, UU Tipikor, DUHAM dan ICCPR. Serta telah mencoreng dunia pendidikan khususnya di Kabupaten Langkat,” pungkasnya. (JJ)