BLOKBERITA.COM – Suasana tangis memecah di ruang sidang Pengadilan Militer I-02 Medan pada Kamis (07/08/2025).
” Rindu kali mamak sama adek. Adek anak yang baik,” teriak Fitriyani ibu korban, almarhum MAF (13) pelajar SMP yang tewas tertembak oleh dua terdakwa oknum TNI, di luar ruang sidang sembari terus menangis di pelukan keluarganya.
Fitriyani, ibu korban histeris dan hampir pingsan mendengar vonis ringan atas kasus anak sulungnya alamarhum M Ilham. Dia bahkan berdiri dan berteriak memprotes putusan hakim dimana sidang sempat terhenti.
Informasi diperoleh, Ibu almarhum, Fitriyani membandingkan hukuman yang diterima empat warga sipil lain yang terlibat hanya sebagai sopir dan pengantar korban ke RS justru lebih berat, yakni 4 tahun penjara.
” Mereka yang cuma bantu malah dihukum 4 tahun. Ini yang nembak anak saya malah cuma 2 tahun setengah. Di mana keadilannya?,” geram Fitriyani.

Dikatakan, dalam kasus itu telah menyeret 6 tersangka secara keseluruhan. Dua terdakwa oknum TNI Darmen dan Hendra adalah pelaku penembakan. Sementara empat terdakwa sipil kini mendekam di penjara setelah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Sei Rampah.
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Letkol Djunaedi Iskandar yang membacakan vonis untuk kedua terdakwa prajurit dari Kodim 0204 Deliserdang itu menangis.
Mereka hanya bisa tertunduk, sesekali menyeka air mata, menerima kenyataan dicoret dari institusi militer. Namun disisi lain, pemandangan berbeda yang terjadi di bangku pengunjung sidang.
Disebutkan, dua terdakwa anggota TNI yakni Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Francisco Manalu secara resmi dipecat dari dinas militer dan dijatuhi hukuman penjara 2 tahun 6 bulan atas kasus penembakan maut yang menewaskan MAF (13) pelajar SMP di Serdang Bedagai.
Keduanya dijerat pasal 76c jo pasal 80 ayat (3) UU Perlindungan Anak jo pasal 55 KUHPidana jo pasal 26 KUHPidana Militer.
Hakim menyatakan, tindakan penembakan dengan lima proyektil ke tubuh korban yang berboncengan tiga di atas motor adalah bentuk tindakan berlebihan dan tidak manusiawi.
Terdakwa kedua oknum TNI Darmen dan Hendra diberi kesempatan untuk menyatakan sikap terkait vonis tersebut. Keduanya hanya menjawab lirih. ” “Masih pikir-pikir, Yang Mulia,” kata mereka.
Disebutkan pula dalam amar putusannya itu, hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar UU Perlindungan Anak dan menjatuhkan hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer. Namun jumlah hukuman penjara dianggap publik terlalu ringan.
” Pidana pokok dua tahun enam bulan penjara, denda Rp200 juta subsidair satu bulan kurungan, dan biaya perkara Rp10 ribu. Serta pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer,” ucap hakim Djunaedi.
Ironisnya, hakim menolak tuntutan Oditur yang sebelumnya mendakwa keduanya dengan Pasal 359 KUHPidana tentang kelalaian menyebabkan kematian. Hakim justru menilai kesalahan mereka berdasarkan pasal 80 UU Perlindungan Anak.
Sementara dikesempatan sama, aksi tak biasa pun terjadi di ruang sidang Pengadilan Militer I-02 tersebut.
Pasalnya, Presiden Mahasiswa Politeknik Negeri Medan (Polmed), Bonaerges Marbun yang membentangkan bendera One Piece sambil meneriakkan protes keras saat vonis dibacakan untuk dua anggota TNI yang menembak mati remaja 13 tahun almarhum MAF.
Situasi panas terjadi saat Ketua Majelis Hakim Letkol Djunaedi Iskandar menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan penjara terhadap kedua terdakwa Serda Darmen dan Serda Hendra anggota Kodim 0204/DS yang terbukti menembak MAF hingga tewas.
” Pelaku sudah membunuh, ini tidak adil!,” teriak Bona sambil berdiri dari kursi pengunjung bersama M Ilham, kakak kandung korban.
Namun belum selesai protes mereka, sejumlah petugas militer langsung menarik dan mengeluarkan Bona dan Ilham dari ruang sidang. Aksi makin panas, karena Bona dimasukkan ke sel tahanan terdakwa dan mengaku dikeroyok oleh anggota TNI.
” Saya ditarik, diseret masuk ke sel, dikeroyok rame-rame. Kepala saya memar, baju saya robek, kancing hilang. Saya sipil bang, tapi diperlakukan seperti itu di pengadilan militer,” kata Bona pada pers.
Dengan perlakuan itu bukti nyata sikap arogan dan tidak terbuka-nya institusi militer terhadap protes masyarakat sipil.
” Kami yakin ini bentuk ketidakadilan dan korsa yang masih kuat di tubuh TNI. Pelaku sudah terbukti menembak anak, tapi cuma dihukum dua setengah tahun. Sedangkan bagi warga sipil yang bantu mereka divonis empat tahun. Di mana keadilan?,” tanyanya. (J J)